Selasa, 17 Februari 2015

LAPORAN Teknologi Pengolahan Karet



LAPORAN
Teknologi Pengolahan Karet
(PT. BANUA LIMA SAJURUS BANJARMASIN)




  
 

Disusun Oleh :
Arga Gautama
Kristian Antoni
Purnomo
Rusna
Iin Mudzakiroh





PROGRAM STUDI TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
BANJARBARU
2014

PENDAHULUAN

Latar Belakang
            Menurut IRSG 2014, Indonesia masih menduduki peringkat kedua terbesar produksi karet alam dunia setelah Thailand. Namun, dari total produksi karet alam secara keseluruhan, produksi karet alam dunia mengalami penurunan pada kuartal kedua tahun 2014 sebesar 2,3%. Hal ini disebabkan karena turunnya produktivitas karet alam di beberapa kawasan Asia Pasifik, seperti Thailand, Malaysia, dan India sehingga berimplikasi pada produksi karet alam dunia.
Salah satu faktor penyebab terjadinya kelesuhan produktivitas karet alam dunia adalah pengaruh perubahan politik di beberapa kawasan Asia Tenggara dan juga rendahnya harga karet alam yang terus merosot. Saat ini harga karet alam dibandrol 1,77 USD/kg untuk jenis karet spesifikasi teknis dan 172,3 USD/kg untuk jenis RSS 3 (Harian Analisa, 4 Nov 2014).
            Untuk perdagangan karet alam itu sendiri, Thailand dan Indonesia mengalami peningkatan ekspor masing-masing sebesar 8,1% dan 2,5% pada tahun 2014. Sementara Malaysia mengalami penurunan ekspor sebesar 0,4%. Dan jika dilihat dari total keseluruhan, ekspor karet dunia mengalami peningkatan sebesar 6,7% untuk jenis TSR, 2,1% untuk jenis RSS dan 3,4% untuk jenis lateks.
            Konsumsi karet dunia mengalami peningkatan dari tahun ke tahun, baik konsumsi karet alam maupun karet sintetis. Pada kuartal kedua tahun 2014, konsumsi karet alam dunia mengalami peningkatan 4,2% atau sebesar 13,9 juta ton. Konsumsi karet alam dunia berhubungan langsung oleh permintaan (demand) negara-negara industri seperti China dan Amerika, namun laju permintaan di negara asia pasifik termasuk China, berjalan lambat. Kondisi ini menggambarkan adanya persaingan antara penggunaan karet alam dan karet sintetis yang semakin meningkat.
            Dari kondisi perkembangan karet alam di atas, kondisi tersebut menggambarkan persaingan pasar ekspor industri karet semakin ketat. Maka dalam pengembangan industri barang jadi karet nasional hendaknya mengisi pangsa pasar dunia, tentunya dengan mengupayakan pengembangan ke pasar baru khususnya ke China dan India, meningkatkan penyerapan pasar dalam negeri, mempercepat peremajaan perkebunan karet rakyat, peningkatan penggunaan karet alam dalam negeri, dan pemetaan sub-sektor industri barang karet yang perlu didorong pertumbuhannya dan pemberian insentif investasi.
            Ketiga negara produsen karet alam di Asia Tenggara, seperti Thailand, Malaysia, dan Indonesia, perkembangan industri barang jadi karet di masing-masing negara tersebut berbeda-beda. Dari data konsumsi karet alam di tiga negara tersebut diketahui Malaysia telah melangkah paling depan dalam industri barang jadi karet. Faktor yang mempengaruhi perkembangan industri barang jadi karet yang pesat di Malaysia antara lain kemudahan yang ditawarkan dalam investasi di sektor industri karet. Faktor lain yang mempengaruhi perkembangan industri hilir karet di Malaysia adalah tersedianya teknologi dan tenaga terampil, didukung oleh penelitian dan pengembangan yang ekstensif dengan sumber daya manusia serta sarana yang tangguh.
            Sejumlah lokasi di Indonesia memiliki keadaan lahan yang cocok untuk per tanaman karet , sebagian besar berada di wilayah Sumatera dan Kalimantan. Luas area perkebunan karet tahun 2005 tercatat mencapai lebih dari 3,2 juta ha yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia. Di antaranya 85 merupakan perkebunan karet milik rakyat, dan hanya 7 perkebunan besar negara serta 8 perkebunan besar milik swasta. Produksi karet secara nasional pada tahun 2005 mencapai 2,2 juta ton. Jumlah ini masih akan bisa ditingkatkan lagi dengan melakukan peremajaan dan memberdayakan lahan-lahan pertanian milik petani serta lahan kosong/tidak produktif yang sesuai untuk perkebunan karet . Dengan memperhatikan adanya peningkatan permintaan dunia terhadap komoditi karet ini di masa yang akan datang, maka upaya untuk meningkatkan pendapatan petani melalui perluasan tanaman karet dan peremajaaan kebun bisa merupakan langkah yang efektif untuk dilaksanakan. Guna mendukung hal ini, perlu diadakan bantuan yang bisa memberikan modal bagi petani atau pe kebun swasta untuk membiayai pembangunan kebun karet dan pemeliharaan tanaman secara intensif. Pada bahasan ini disajikan prospek karet alam yang mencakup, (i) perkembangan pasar komoditi karet alam dilihat dari perkembangan pasar global, (ii) perkembangan industri karet alam nasional, dan (iii) perkembangan industri karet internasional.
            Bahan olah karet dari petani pada umumnya berupa bekuan karet yang dibekukan dengan bahan pembeku yang direkomendasikan (asam format), maupun yang tidak direkomendasikan (asam cuka, tawas, dsb), serta pembekuan secara alami. Pada saat ini bahan olah karet tersebut mendominasi pasar karet di Indonesia karena dinilai petani paling praktis dan menguntungkan.
            Bahan olah karet berupa lateks dan koagulum lapangan, baik yang dihasilkan oleh perkebunan rakyat maupun perkebunan besar dapat diolah menjadi komoditas primer dalam berbagai jenis mutu. Lateks kebun dapat diolah menjadi lateks pekat dan lateks dadih serta karet padat dalam bentuk RSS, SIR 3L, SIR 3CV, SIR 3WF dan thin pale crepe yang tergolong karet jenis mutu tinggi (high grades). Sementara koagulum lapangan, yakni lateks yang membeku secara alami atau dengan koagulan selanjutnya hanya dapat diolah menjadi SIR10, SIR 20 dan brown crepe yang tergolong jenis karet mutu rendah (low grades).
            Sebagian besar produk karet Indonesia diolah menjadi karet remah (crumb rubber) dengan kodifikasi “Standard Indonesian Rubber” (SIR), sedangkan lainnya diolah dalam bentuk RSS dan lateks pekat. Kapasitas pabrik pengolahan crumb rubber pada saat ini sesungguhnya sudah melebihi dari kapasitas penyediaan bokar dari perkebunan rakyat, namun pada lima tahun mendatang diperlukan investasi baik untuk merehabilitasi pabrik yang ada maupun untuk membangun pabrik pengolahan baru untuk menampung pertumbuhan pasokan bahan baku yang diperhitungkan akan meningkat seiring dengan gencarnya upaya-upaya peremajaan dan perluasan areal kebun karet yang baru.
            Prospek bisnis pengolahan crumb rubber ke depan diperkirakan tetap menarik, karena marjin keuntungan yang diperoleh pabrik relatif pasti. Marjin pemasaran, antara tahun 2000-2006 berkisar antara 3,7%-32,5% dan marjin keuntungan pabrik pengolahan antara 2-4% dari harga FOB, tergantung pada tingkat harga yang berlaku. Tingkat harga FOB itu sendiri sangat dipengaruhi oleh harga dunia yang mencerminkan permintaan dan penawaran karet alam, dan harga beli pabrik dipengaruhi kontrak pabrik dengan pembeli/buyer (biasanya pabrik ban) yang harus dipenuhi. Pada umumnya marjin yang diterima pabrik akan semakin besar jika harga meningkat.

Tujuan Praktikum
            Mahasiswa mengetahui proses dan cara pengolahan karet dari bahan olah karet menjadi SIR 10 dan SIR 20 serta meningkatkan wawasan mahasiswa dibidang teknologi pengolahan karet.






TINJAUAN PUSTAKA
Produk Olahan Lateks
            Lateks adalah suatu koloid dari partikel karet dalam air. Lateks Hevea brasiliensis merupakan sitoplasma dari sel-sel pembuluh lateks yang mengandung partikel karet dan non karet yang tersuspensi dalam medium cair yang mengandung banyak bahan-bahan terlarut yang disebut serum. Serum lateks mengandung bahan-bahan terlarut ion-ion anorganik dan ion-ion logam yang masuk ke dalam lateks saat lateks disadap.
            Komposisi kimia lateks sangat kompleks (Archer, et.al., 1963). Secara umum komponen kimiawi lateks adalah sebagai berikut:
- Karet (30-35%)
- Resin (0,5-1,5%)
- Protein (1,5-2,0%)
- Abu (0,3-0,7%)
- Gula (0,3-0,7%)
- Air (55-60%)
Apabila lateks disentrifugasi pada kecepatan 54.000 g (gravitasi) selama 60 menit, maka lateks akan terpisah menjadi empat fraksi utama sebagai berikut:
1. Fraksi karet (37%)
            Fraksi ini berwarna putih, terdiri dari partikel karet, protein, lipid, dan ion-ion logam.
2. Fraksi Frey Wyessling (3%)
            Fraksi ini berwarna kuning jingga, terdiri dari karotenoid dan lipid.
3. Fraksi serum (50%)
            Fraksi ini berupa larutan jernih yang terdiri dari air, karbohidrat dan inositol, protein dan senyawa turunan, senyawa nitrogen, asam nukleat dan nukleosida, ion anorganik, serta ion-ion logam.
4. Fraksi dasar (10%)
            Fraksi ini berwarna kuning pucat, terdiri dari protein dan senyawa nitrogen, karet dan karotenoid, lipid dan ion logam atau yang lebih dikenal sebagai lutoid (vakuolisosom), yang dapat menghentikan aliran lateks karena tersumbatnya pembuluh lateks (Tangpakdee, 1998).
            Mutu bahan olah karet rakyat (bokar) sangat menentukan daya saing karet alam Indonesia dipasar International. Dengan mutu bokar yang baik akan terjamin permintaan pasar jangkan panjang. Mutu bokar yang baik dicerminkan oleh Kadar Kering Karet (KKK) dan tingkat kebersihan yang tinggi. Upaya perbaikan mutu bokar harus dimulai sejak penanganan lateks di kebun sampai dengan tahap pengolahan akhir. Dalam rangka perbaikan mutu bokar, pemerintah telah menetapkan SNI – Bokar No.06 – 2047 – 2002 tanggal 17 oktober 20 dengan kriteria nilai KKK, kebersihan, ketebalan, dan jenis bahan bekuan. (Sunarti, 2008)
Bokar yang bermu tu tinggi harus memenuhi beberapa persyaratan teknis yaitu:
a. Tidak ditambahkan bahan – bahan Non karet.
b. Dibekukan dengan asam format/semut atau bahan lain yang dianjurkan dengan dosis yang tepat
c. Segera digiling dalam keadaan segar
d. Disimpan ditem pat yang teduh dan terlindung
e. Tidak direndam dalam air.
Dalam rangka perbaikan mutu bokar, pemerintah telah menetapkan SNI – Bokar No.06 – 2047 – 2002 tanggal 17 oktober 20 dengan kriteria nilai KKK, kebersihan, ketebalan, dan jenis bahan bekuan. Bokar yang bermutu tinggi harus memenuhi beberapa persyaratan teknis yaitu:
a. Tidak ditambahkan bahan – bahan Non karet
b. Dibekukan dengan asam format/semut atau bahan lain yang dianjurkan dengan dosis yang tepat
c. Segera digiling dalam keadaan segar
d. Disimpan ditempat yang teduh dan terlindung
e. Tidak direndam dalam air. (Kaban, 2002)
Bahan olah karet rakyat :
1. Lum Mangkuk : adalah lateks kebun yang dibiarkan membeku secara alamiah dalam mangkuk, pada musim penghujan untuk mempercepat proses pembekuan lateks ditambahkan asam format/semut atau bahan lainnya.
2. Lum Bambu : adalah sistem pembekuan lateks dengan menggunakan tabung bambu dengan penambahan asam format/semut atau bahan lainnya
3. Sleb/Lum Deurob ( Asap Cair ) : lateks ditambahkan pembeku Deorub dengan perbandingan 1 0 : 1 , pembeku deorub telah ditemukan oleh balai penelitian sembawa yang berfungsi sebagai pembeku lateks , mencegah, dan menutup bau busuk pada bekuan, mempertahankan nilai Po & PRI, memberikan aroma asap yang khas serta bewarna cokelat.
4. Sleb Tipis dan Sleb Giling : Bahan olah karet rakyat pada umumnya dalam bentuk Sleb tipis dan giling cara pembuatan yang umum dilakukan adalah dengan mencampurkan lateks dengan lum mangkok kemudian dibekukan dengan asam format atau semut didalam bak pembeku yang berukuran 6 0cm x 40 cm x 6 cm tanpa perlakuan penggilingan, bahan olahan ini lebih disukai karena mutu yang dihasilkan seragam dengan Kadar Karet Kering (KKK) sekitar 50%, tidak ada resiko penurunan mutu serta muda didalam pengangkutan .
5. Blanket : Sleb tipis dapat diolah menjadi blanket melalui penggilingan dengan mesin mini Creper, proses penggilingan dilakukan sebanyak 4 – 6 kali sambil disemprot air untuk menghilangkan kotoran yang terdapat didalam sleb, Blanket mempunyai Ketebalan sekitar 0,6cm – 1cm, dengan KKK sekitar 65% – 75%.
6. Sit Angin (Unsmoked sheet/USS : Sit angin adalah lembaran karet hasil bekuan lateks yang digiling dan dikering anginkan sehingga memiliki KKK 90 – 95 % proses pembuatn sit angin terdiri dari penerimaan dan penyaringan lateks, pengenceran, pembekuan, pemeraman, penggilingan, pencucian, penirisan, dan pengiringan.
7. Sit Asap ( Ribbed Smoked Sheet/RSS ) : Proses pengolahan Sit Asap dengan pembeku asam format/semut hamper sama dengansit angin, bedanya terletak pada proses pengeringan, yaitu pada sit asap dilakukan pengasapan pada suhu yang bertahap antara 40 derajat – 60 derajat celcius selama 4 hari . Klasifikasi Sit Asap menjadi RSS 1, RSS 2, RSS 3, dan cutting dilakukan setelah proses pengeringan, keuntungan yang diperoleh RSS dapat langsung diekspor atau sebagai bahan baku industri barang jadi karet, mutu produk seragam dan konsisten, harga paling tinggi dibandingkan jenis bokar yang lain.
8. Lateks Pekat : Lateks Pekat adalah lateks kebun yang dipekatkan dengan cara pusingan atau didadihkan dari KKK 28%30 % menjadi KKK 60 % – 64 % , pengolahan lateks pekat melalui beberapa tahap yaitu penerimaan dan penyaringan lateks kebun,pembuatan larutan. ( Anonim, 2009).



Proses Pembuatan Sir 10 dan Sir 20
            Standar mutu karet bongkah Indonesia tercantum dalam Standar Indonesia Rubber (SIR). SIR adalah Karet bongkah (karet remah) yang telah dikeringkan dan dikilang menjadi bandela-bandela dengan ukuran yang telah ditentukan.
            Karet alam SIR-20 berasal dari koagulum (lateks yang sudah digumpalkan) atau hasil olahanseperti lum,sit angin, getah keeping sisa, yang diperoleh dari perkebunan rakyat dengan asal bahan baku yang sama dengan koagulum.Prinsip tahapan proses pengolahan karet alam SIR-20 yaitu
-Sortasi bahan baku
-Pembersihan dan pencampuran makro
-Peremahan
-Pengeringan
-Pengempaan bandela
-Pengemasan

            Perbedaan SIR 5, SIR 10, dan SIR 20 adalah pada standar spesifikasi mutu kadar kotoran, kadar abu dan kadar zat menguap yang sesuai dengan Standar Indonesia Rubber. Langkah proses pengolahan karet alam SIR 20 bahan baku koagulum (lum mangkok, sleb, sit angin, getah sisa). Disortasi dan dilakukan pembersihan dan pencampuran mikro, pengeringan gantung selama 10 hari sampai 20 hari, peremahan, pengeringan, pengempaan bandela, (setiap bandela 33 Kg atau 35 Kg), pengemasan dan karet alam SIR-20 siap untuk diekspor (Ompusunngu, 1987).










METODE PRAKTIKUM
Tempat dan Waktu
Tempat dilakukannya kunjungan industri ini adalah di PT. Banua Limasajurus yang berada di Jalan Tembus Mantuil RT. 30 RW. 08 No. 84-88 kelurahan Kelayan Selatan, Kecamatan Banjarmasin Selatan Kota Banjarmasin, Kalimantan Selatan. Terletak pada koordinat 30O20’42” S dan 140O34’55” E. Pada tanggal 20 Desember 2014 pada pukul 10.00 WITA.
Pelaksanaan Praktikum
Pelaksanaan praktikum ini dilakukan dengan cara wawancara langsung dan secara terjun kelapangan secara langsung.






















HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Hasil yang didapatkan dalam kunjungan industri ini adalah:
1.      Nama perusahaan: PT. Banua Limasajurus.
2.      Jenis usaha dan produk yang dihasilkan:
2.1.    Jenis usaha: Industri pengolahan karet menjadi crumb rubber SIR 10 dan SIR 20.
2.2.    Produk yang dihasilkan: Crumb  Rubber SIR 10 dan SIR 20.
3.      Jenis bahan baku yang digunakan: lump, slab, dan asapan (skimming).
4.      Tahapan proses pengolahan:
4.1.    Alat-alat yang digunakan: prebreaker, hammermill, mangle atau blending, trolly, lift, cutter, dryer, press, tang, metal detector, pompa air, dan generator.
4.2.    Kondisi proses masing-masing tahap: penanganan bahan olahan karet, proses basah, dan proses kering.
4.3.    Tujuan masing-masing tahap proses: penanganan bahan olahan karet untuk melihat kualitas bokar, proses basah untuk mengolah bokar menjadi lembaran yang disebut blanket, dan proses kering untuk proses pemasakan blanket menjadi bandela.
5.      Mutu produk yang dihasilkan: SNI dan ISO 9001 versi 2008.
6.      Uji kualitas bahan baku dan produk:
6.1.   Uji kualitas bahan baku: dengan cara memotong Bokar dengan mesin.
6.2.   Uji kualitas produk: PO, PRI, kadar abu, kadar kotoran, dan kadar zat menguap.
Pembahasan
Bahan Baku
Bahan baku yang digunakan PT. Banua Limasajurus berupa lump, slab, dan asapan (skimming). Bahan baku ini berasal dari petani meupun pengumpul kiriman dari wilayah Kalimantan Selatan yaitu dari Kabupaten Hulu Sungai Tengah, Hulu Sungai Utara, Tabalong, Banjar, dan lain-lain. Juga dari Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur, Poso, Maluku, dan lain-lain. Pembelian dan pembayaran dari bahan baku ini disesuaikan dengan standar yang telah ditetapkan oleh pemerintah.
Selain membali dari petani dan pengumpul, PT. Banua Limasajurus juga memiliki perkebunan karet sendiri yang berlokasi di Kecamatan Karang Intan Kabupaten Banjar dan Kabupaten Tapin. Bokar yang berasal dari perkebunan perusahaan ini memiliki kualitas bokar dengan kualitas yang bagus karena kegiatan pembudidayaan, penanganan, pemanenan, dan pasca panen yang sangat dikontrol oleh perusahaan. Bokar yang berasal dari kebun perusahaan berupa slab yang berwarna putih dan tidak terdapat kotoran dengan kualitas mutu Bokar A.
Kapasitas Produksi
Kapasitas produksi merupakan jumlah maksimum output yang dapat diproduksi dalam satuan waktu tertentu, yang ditentukan oleh kapasitas sumberdaya yang dimiliki, seperti kapasitas mesin, kapasitas tenaga kerja, kapasitas bahan baku, dan kapasitas modal. Komposisi kebutuhan bahan baku karet untuk memproduksi SIR 20 dibutuhkan sebanyak 240 ton/hari dengan rincian berupa karet asapan (skimming) 36 ton dan karet slab/lump, slab/cup lump sebanyak 204 ton/hari, sehingga akan diperoleh hasil produksi berupa karet kering SIR sebanyak 120 ton perhari.
Dengan menghasilkan karet kering SIR sebanyak 120 ton perhari tersebut maka dibutuhkan bahan penolong untuk pengemasan, berupa:
Kawat bannerzer = 4 kg, plastik pembungkus = 285 kg, paku = 6 kg, dan lantai kayu untuk kemasan SW = 0,25 m3 (untuk sekitar 8 unit kemasan) kemasan jadi seperti metal box sebanyak 112 unit.
Tahap Proses Produksi
Proses produksi Crumb Rubber terdiri dari proses basah dan proses kering. Proses basah terdiri dari pencacahan dan penggilingan, kemudian dilakukan penyadaian dan menuju proses kering yaitu proses peremahan, pengovenan, dan pengempaan.
1.      Penanganan Bahan Olahan Karet (Bokar)
Bahan baku yang baru datang akan langsung masuk dalam proses penyortasian dengan cara membelah Bokar dengan mesin, pembelahan ini bermaksud untuk melihat kualitas dari isi Bokar karena seringkali saat dibelah terlihat kotoran-kotoran yang menyebabkan penurunan kualitas Bokar. Kemudian Bokar tersebut digolongkan ke dalam mutu A, B, dan C, penggolongan mutu dilakukan dengan visualisasi mata saja. Pada saat sortasi awal juga diselingi dengan penyiraman dengan air, hal ini bertujuan untuk mengurangi kadar kotoran maupun lumpur yang menempel sehingga dapat mengurangi kadar kontaminan. Pembekuan yang diterima oleh perusahaan adalah pembekuan yang menggunakan cuka, asam semut dan bahan kimia yang sesuai standar atau diperbolehkan. Selain daripada itu langsung ditolak oleh perusahaan.
Kualitas bahan baku yang diterima PT. BLIMAS yaitu:
a.       Kualitas A merupakan Bokar yang memiliki mutu paling bagus, dimana hanya terdapat sangat sedikit kotoran dan memiliki kandungan air yang rendah.
b.      Kualitas B merupakan Bokar yang memiliki mutu sedang, dimana terdapat sedikit kotoran.
c.       Kualitas C merupakan Bokar dengan mutu jelek, dimana terdapat banyak pengotor seperti pasir, batu, dan ranting-ranting.
2.      Proses Basah
Proses basah merupakan proses pengolahan Bokar menjadi lembaran yang biasa disebut blanket. Inti dari proses ini adalah pencucian, sehingga didapatkan Bokar dengan sedikit kontaminasi. Hal ini berpengaruh dalam kualitas Bokar itu sendiri. Runtutan utama dari proses basah adalah: pencacahan, penggilingan, dan penyadaian.
2.1.   Pencacahan
Bahan baku berupak bokar yang berupa: asapan, slab, dan lump dimasukkan kedalam conveyorbelt dengan perbandingan bahan baku mengikuti petunjuk pada papan yang berada didekat mesin produksi conveyor ini kemudian bergerak menuju breaker yang akan mencacah gumpalan Bokar menjadi potongan-potongan kecil. Gumpalan Bokar yang sudah tercacah bergerak menuju rotary breaker yang berfungsi untuk mencuci cacahan bokar, didalam rotary breaker terdapat pipa besi yang berfungsi untuk menyemprotkan air, sehingga lumput, tanah, pasir maupun bahan kontaminan lainnya akan dapat terlepas dari Bokar.
Kemudian Bokar yang telah masuk rotary breaker jatuh dan kembali berjalan dengan conveyor belt menuju ke mesin hammer mill. Pada conveyor belt yang berjalan ini terdapat 3 orang karyawan yang bertugas untuk memungut kontaminan pada Bokar yang berupa kayu, ranting, plastik, tali rafia, daun, dan lainnya. Karyawan juga melakukan sortasi apabila ada gumpalan karet yang terlalu besar maka akan dikembalikan ke breaker agar dicacah lagi lebih halus. Ukuran karet cacah berkisar 0,5 kg.
Kemudian masuk ke proses hammermill. Ukuran hasil pencacahan pada proses ini berkisar 0,05 kg. Kemudian Bokar dibawa dengan conveyor belt menuju bak pencucian. Bak pencucian ini berupa conveyor penangguk yang ada tiga buah dengan fungsi yang sama. Setelah melalui tiga conveyor penangguk ini, kemudian masuk kebak besar untuk pencucian terakhir sebelum masuk kedalam proses penggilingan. Pada kolam ini terdapat baling-baling yang berfungsi untuk memutar karet yang sudah dihancurkan sehingga dengan adanya perputaran tersebut kotoran yang terdapat pada karet diharapkan dapat terlepas dan mengendap kebawah dan keluar melalui saringan yang terdapat pada bagian bawah setiap kolam.
2.2.   Penggilingan
Penggilingan dimaksudkan untuk membentuk karet menjadi lembaran yang disebut blanket. Ukuran blanket yang sudah siap sadai yaitu maksimal 7 mm, dengan panjang minimal 8 meter. Penggilingan dilakukan dengan menggunakan mesin yang disebut mangle. Dari setiap line yang ada terdapat 8 unit mangle.
2.3.   Penyadaian
Penyadaian adalah proses mengangin-anginkan lembaran blanket di dalam suatu kamar yang tidak memiliki dinding tetapi memiliki atap. Penyadaian dimaksudkan untuk mengurangi kadar air.
3.      Proses Kering
Proses kering merupakan proses pemasakan blanket menjadi bandela. Proses kering dilakukan setelah blanket diturunkan dari kamar sadai, sehingga kadar air blanket sudah menurun. Pada proses kering ini terdapat 2 line, dimana keduanya digunakan bersama-sama pada waktu yang bersamaan.
3.1.   Peremahan
Setelah dilakukan penyadaian, lembaran blanket dilakukan peremahan. Lembaran-lembaran blanket dimasukkan kedalam mesin pemotong.  Setelah sebelumnya dicek kontaminasinya secara visualisasi, apabila ada kontaminasi maka pekerja akan mencungkilnya dengan tang. Ukuran remahan berkisar kurang dari 0,025 kg. remahan-remahn yang telah dicuci dialirkan kedalambak yang terdapat pendayung yang mendorong remahan karet menuju tenggukan.
3.2.      Pengovenan
Pengovenan dilakukan dengan oven dryer selama 15 menit dengan suhu kurang lebih 150OC, dimana 10 menit pengovenan dan 5 menitnya didinginkan dengan blower yang masih menjadi satu dengan mesin oven dryer.
3.3.      Pengempaan
Bandela-bandela yang telah dingin dikeluarkan dari dalam troli dan langsung ditimbang. Berat timbangan bandela berkisar antara 34,5-35,5 kg, kemudian dilakukan pengempaan. Pengempaan ini dilakukan selama kurang lebih 10 detik. Ukuran bandela yaitu tinggi 20 cm, lebar 40 cm, dan panjang 60 cm. bandela kemudian diambil sampel untuk diuji di laboratorium.












KESIMPULAN
Kesimpulan
Kesimpulan dari kunjungan industri yang telah dilakukan ini adalah:
1.      Produk yang dihasilkan di industri ini adalah Crumb  Rubber SIR 10 dan SIR 20.
2.      Mutu dari produk Crumb Rubber adalah SNI dan ISO 9001 versi 2008.
3.      Tahap produksi meliputi: penanganan bahan olahan karet, proses basah, dan proses kering.
4.      Proses basah meliputi: pencacahan, penggilingan, dan penyadaian.
5.      Proses keing meliputi: pencacahan, penggilingan, dan penyadaian.






















DAFTAR PUSTAKA
Anonym, 2009. Pengolahan Bahan Olahan Karet Rakyat (Bokar). http://www.antakowisena.com/artikel/pengolahan-bahan-olahan-karet-rakyat-bokar.html. diakses pada tanggal 26 desember 2014

Anonim, 2010. Bahan olah karet. http://www.tekno-perta.com/doc /2010/ ketentuan-bahan-olah-karet.html diakses 26 desember 2014

Kaban, jamaran. 2002. Diklat teknologi pengolahan karet, universitas sumatera utara. FMIPA. Medan.

Sunarti, 2008. http://nhart-sunarti-php-yahoo.com.blogspot./doc/2010/16/ mutu-bahan-olah-karet. dan http://www.kdei-taipei.org/banner/karet.htm. html diakses 26 desember 2014.